Masyarakat & Kebudayaan Rejang

Masyarakat Kabupaten Rejang Lebong merupakan masyarakat yang kaya akan nilai-nilai luhur daerah, yang dapat dimanfaatkan dalam percepatan pembangunan. Sebagai masyarakat yang memiliki bahasa, aksara dan budaya sendiri, nilai-nilai luhur tersebut telah mengakar dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tanpa harus terjadi tumpang tindih dengan nilai-nilai budaya bangsa. Diantara berbagai nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat terdapat beberapa nilai-nilai luhur yang ianggap dominan dan mempunyai kontribusi terhadap keberhasilan pembangunan di daerah ini. Nilai-nilai luhur tersebut antara lain Gotong royong, Musyawarah dan mufakat. Gotong royong, Musyawarah dan Mufakat adalah nilai-nilai luhur yang masih sangat melekat dalam masyarakat ini.

Gotong Royong

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kabupaten Rejang Lebong, aktivitas yang didasarkan pada semangat gotong royong masih tetap dilaksanakan baik dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai hubungan kekeluargaan maupun dalam kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu dusun atau desa. Ungkapan “tei ne tanggung jawab besamo, ban benek, lengan sarno-samo masung” yang secara turun temurun diwariskan dan dijiwai oleh masyarakat di Kabupaten Rejang Lebong merupakan nilai-nilai luhur Dalam hal tolong menolong ada juga ungkapan yang berbunyi ” kasiak mbales sayang betimbang, ade tepok tebis, ade tanjung menyuung” yang lebih kurang terrjemahannya “kasih dibalas sayang dipertimbangkan, ada tebing di tepi air runtuh ada tanjung menjelma” Maksud dari kiasan ini adalah budi baik dan kasih sayang tidak akan sia-sia. Ungkapan ini pada dasarnya menganjurkan agar anggota masyarakat selalu berbuat baik, tolong –menolong, jangan kikir dengan harta benda dan ilmu pengetahuan.

7.1 Musyawarah dan Mufakat

Sebagai kelompok masyarakat yang secara historis telah ada sejak zaman Majapahit dahulu, budaya bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan terhadap sesuatu yang harus diputuskan untuk kepentingan bersama telah lama dipraktekan dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Rejang Lebong. Ungkapan kio sesudo keker abis, mbeak nyesoa kedong bilai, mbeak nyeletuk kedong malem. Nyesoa coa ko nyesoa bae. Soa nu moi pateak indoi, nyeletuk moi pateak nangis. Kecek nik supayo ko micik, kecek lai supayo ko metai. Mbeak ko micik sesu’ang. Supayo ko metai ngen pupuk kaum”, yang dalam bahasa Indonesia lebih kurang berarti “renungi secara mendalam, pikir sampai habis. Jangan menyesal dikemudian hari, jangan menggerutu di kemudian malam. Sesalmu bukan sembarang sesal. Sesalmu akan menimbulkan tangis, gerutumu akan menimbulkan isak. Kata halus supaya kau resapkan, kata jelas supaya kau artikan. Jangan kau resapkan sendiri. Supaya engkau artikan bersama-sama dengan sanak keluarga”. Ungkapan ini merupakan anjuran agar selalu bermusyawarah dengan sanak famili dalam menghadapi persoalan-persoalan yang rumit dalam keseharian kita untuk mencari jalan keluarnya. Ungkapan “Pat sepakat, lemo sernpurno” sebenarnya menunjukan bahwa proses musyawarah untuk mufakat dalam masyarakat dapat saja dilakukan tanpa harus melibatkan pimpinan formal mereka. Kehadiran pemimpin hanyalah sebagai penyempurna dari kesepakatan yang dilakukan oleh masyarakatnya.

 

7.1 Kesenian

Kesenian Kabupaten Rejang Lebong memilki ciri khas tertentu salah satunya Tari Kejei, tarian ini tidak bisa ditarikan disembarang tempat dan acara, mengingat tari ini merupakan tari persembahan yang digelar untuk menyambut tamu yang di agung atau kunjungan pertama, untuk kunjungan selanjutnya tidak digelar lagi, karena tamu tersebut sudah dianggap warga Rejang Lebong.

Tari kejei

Tari kejei

 

Tari Kejei adalah satu-satunya tarian adat Rejang Lebong,dalam membawakan tari kejei penari harus berpasangan ( laki-laki dan perempuan ),penari harus ganjil ( 5 pasang,7 pasang, atau 9 pasang ) Gerakan inti tari kejei ada 2 macam yaitu gerakan tetap dan gerakan peralihan* Pada gerakan tetap penari perempuan,kedua telapak tangan menghadap kedepan setinggi bahu d depan dada,dan setelah gerakan matah dayung memegang ujung selendang * Pada gerakan tetap penari laki-laki,kedua telapak tangan menghadap ke depan setinggi kepala,dan setelah gerakan peralihan ( matah dayung ),kedua telapak tangan menghadap ke depan disamping paha

Jumlah Penari

tari kejei

tari kejei

 

 

 

 

 

Jumlah penari tidak dibatasi,sesuai dengan tempat,bisa putra bisa pula putri, bisa juga berpasangan. Di Rejang Lembak Tari Penyambutan disebut Tari Kurak, namun dalam pembahasan disepakati menggunakan Tari Penyambutan yang telah dibakukan.

Musik yang mengiringi Tari Penyambutan

Di inspirasi oleh tarian sakral dari Tanah Rejang, musik dan alat musik Tari Penyambutan memakai alat musik khas tradisional Suku Rejang, yaitu gong dan kalintang, yang dari jaman dahulu kala di pakai pada musik pengiring tarian sakral dan agung Suku Rejang yaitu Tari Kejai. Pada umumnya dipakai irama lagu Lalan belek dan Tebo Kabeak.

Gerakan Sembah (Penghormatan):

  1. Sembah Tari : Tangan diangkat diatas bahu
  2. Sembah Tamu : Tangan diangkat diatas dada
  3. Penyerah Siri setengah jongkok dan setengah berdiri pada saat berada diluar rumah
  4. Khusus busana yang menyerahkan siri ( wanita ) mengenakan pakaian / baju kurung / renda penutup dada

Makanan Khas Rejang

Lema

Seperti halnya suku bangsa lain di belahan bimi ini, suku bangsa rejang juga memiliki makanan tradisional yang dikenal dengan tempoyak dan lemah (lemea). Sampai saat ini makanan ini masih digemari oleh masyarakat, bukan hanya masyarakat rejang tetapi juga masyarakat pendatang yang telah berdomisili di daerah Rejang.

Punjung adalah sajian yang terdiri dari nasi kuning ( nasinya adalah nasi ketan ) dan ayam yang dimasak utuh dengan santan dan kunyit, punjung biasanya di sajikan pada saat upacara – upacara adat untuk menyambut raja-raja atau tamu terhormat. Dalam penyajian biasanya mirip dengan tumpeng dengan nasi kuning dibawah dan ayam diletakkan diatas nasi kuning tersebut. Tapi kadang Punjung juga di pakai pada acara-acara sukuran (selamatan) kecil keluarga dengan mengundang sanak famili atau tetangga-tetangga terdekat.

IBET adalah nasi yang di bungkus dengan daun pisang biasanya nasi tersebut lengkap dengan lauk pauknya ( atau dengan kata lain IBET adalah bekal yang biasa di bawah masyarakat jika mau berpegian / pergi kekebun ), yah bisa dikatakan ibet nasi bungkus yang di bungkus dengan daun pisang. Dalam bahasa rejang ibet artinya bungkus (kata kerja), tapi pembungkus yang di gunakan biasanya daun. Di dalam PUNJUNG, IBET hanya terdiri dari nasi ketan kuning saja yang yang dibungkus dengan daun pisang dan diletakkan didalam satu wadah punjung tadi. Seperti photo di atas. Punjung pun ada yang dinamakan dengan PUNJUNG MASAK (Bahannya sudah di masak) dan PUNJUNG MENTAH ( Bahan-bahan mentah dari punjung itu sendiri ).

PUNJUNG RAKSASA, buat menarik perhatiana dibuatlah punjung raksasa seperti di photo di samping, ini sih hanya kreasi saja, tidak ada di pakai dalam sejarah adat Rejang jaman dahulu.

BAHASA

Bahasa Rejang adalah suatu alat komunikasi masyarakat Rejang dalam menyampikan maksud dan tujuan baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa rejang adalah bahasa yang dipergunakan masyarakat Rejang Lebong sebagai bahasa lisan untuk menyampaikan maksud dan tujuan di rumah maupun di luar rumah dan dalam pergaulan sehari hari. Peranan bahasa rejang menunjukkan keberadaanya ditengah-tengah masyarakat, di sekolah, upacara adat dan upacara keagamaaan. Bahasa rejang telah menjadi bahasa pengantar yang tidak akan dilupakan masyarakat rejang baik di kampong halaman maupun di perantauan.

Asal Bahasa Rejang

Bahasa Rejang adalah anggota kelompokbesar “Austronesia” dan subkelompok “Melayu-Polynesia” dan turun dari bahasa induk purba yang bernama Melayu-PolinesiaPurba.

Dialek-dialek Rejang adalah anggota subkelompok kecil di Sumatra yang turun dari bahasa induk purba yang kami namai bahasa Rejang Purba. Ternyata, dialek Rawas yang paling penting dalam upaya merekonstruksikan Rejang Purba. Selanjutnya bahasa Purba dipergunakan sebagai langkah pertama atau ‘menara berlampu’ untuk melihat dengan lebih jelas dan lebih jauh ke masa lalu – misalnya untuk mengatahui tempat yang paling pertama diduduki oleh suku Rejang.

Bahasa Rejang (purba) adalah anggota subkelompok Bidayŭh dan turun dari bahasa induk yang kami namai Rejang-Bukar-Sadong-Bidayŭh Purba. Lagi pula, leluhur Rejang itu berasal dari sana, yaitu Kalimantan Utara.

 

Tiga hipotesa ini tidak sama penilaiannya. Misalnya, hipotesa yang pertama sudah sering dibenarkan oleh para akhli bahasa sejak 70 tahun belakang ini; dengan demikian kami kemukakannya sebagai latar belakang. Lain halnya dengan hipotesa kedua dan ketiga yang kami ajukan sebagai teori pribadi. Walau sudah diterbitkan dalam jurnal dan buku, haruslah diakui bahwa hipotesa kedua dan ketiga masih baru, dan belum banyak didiskusikan (apalagi dibenarkan dan dikonfirmasikan) oleh para akhli bahasa. Malah teori ketiga sudah memiliki pendukung (Zork 2006) dan pengritik (Adelaar 2007).

 

  1. Hipotesa yang pertama Bahasa dan suku Rejang adalah anggota kelompok besar bahasa-bahasa “Austronesia” dan subkelompok besar bahasa-bahasa yang bernama “Melayu-Polynesian”, yang terdiri dari lebih dari seribu bahasa, yang tersebar di Asia Tenggara dan pulau-pulau di Lautan Pasifik dengan penutur berjumlah ratusan juta orang yang merupakan bahan keterangan (data, fakta) untuk dimengerti dan ditafsirkan oleh hipotesa serupa rekonstruksinya bahasa Melayu-PolinesiaPurba. (Bellwood,FoxandTryon,1995) Kata-kata Sehari-hari dalam Tujuh Bahasa Austronesia

BahasaRukai Tagalog Bidayuh Rejang Rawas Samoan Malagasy. Indonesia (Taiwan) (Filipina) (Kalimantan) (Sumatra) (Pasifika) (Afrika)

Dua dosa da-lawa duŭ duei lua rua

Empat sepate apat umpĕt pat fi efatra

Lima lima lima rimŭ lemau lima dimi

Enam enem anim inŭm num ono ëninä

Ayam (aDaDame) manok manuk monok manu ??

Kutu koco kuto gutu guteu ?utu hao

Mata maca mata matŭh matei mata maso

Telinga calinga talinga (kaping) (ti’uk) talinga tadini

Ati aTay atay ati atui ate ati

Jalan dalan da?an jĕrĕn dalen ala ??

Niur (abare) niyog (buntĕn) niol niu ??

Ujan odale ulan ujĕn ujen ua uranä

Langit (sobelebeleng) langit rangit längät langi laniträ

Batu (lenege) bato batuh buteu fatu `fruit pit‘ vato

Makan kane ka?in ma?an ka?en ?ai hanä

 

Bahasa-bahasa di atas ini tersebar di hampir semua kepulauan Asia Tenggara dan Pasifik waktu sekarang, dari Taiwan (Rukai) hingga di Afrika (Malagasy) dan lautan Pasifik (Samoan). Ternyata, semua bahasa ini termasuk dalam satu kelompok bahasa, yaitu Austronesian. Prinsip dasar ilmu sejarah bahasa yang jelas digambarkan adalah: Evolusi fonologi sangat sistematis dan bertata dalam setiap dialek. (“Sound changes are regular”). Misalnya huruf ‘c’ dalam bahasa Rukai menunjukkan ‘t’ atau ‘s’ atau nol dalam bahasa lain (lihat Kutu, Mata, Telinga) tanpa kecualian. Data seperti ini mustahil telah muncul hanya sebagai kebetulan saja, atau sebagai gara-gara kecampuran penduduk yang jauh sekali jarak antaranya pada waktu sekarang. Sebaliknya, para akhli bahasa menyatakan bahwa semua perkataan di atas itu diwariskan dari sebuah bahasa induk “Austronesia Purba” yang walaupun sudah lama mati sebagai bahasa sehari-hari, masih tetap hidup serupa bahasa keturunannya.

 

  1. Di manakah Tempat yang paling Lama Diduduki oleh Suku Rejang?

Hipotesa 2: Dialek-dialek Rejang merupakan subkelompok terpencil di Sumatra yang turun dari bahasa induk purba yang kami namai Rejang Purba. Ternyata, dialek Rawas yang paling konservatif yaitu penting dalam upaya merekonstruksikan Rejang Purba. Selanjutnya bahasa Purba dipergunakan sebagai langkah pertama atau menara berlampu untuk melihat dengan lebih jelas dan lebih jauh ke masa lalu–misalnya untuk mengatahui tempat yang paling pertama diduduki oleh suku Rejang.Dalam seksi tulisan ini akan dibicarakan keunikan bahasa Rejang pada umumnya, kemudian sumbangan setiap dialek untuk merekonstrusikan bahasa Rejang Purba. Keunikan Bahasa RejangBahasa Rejang yang unik ini dapat dicirikan oleh beberapa macam unsur leksikon, tatabahasa dan fonologi.

• perbendaharaan kata yang kaya-raya

• struktur kalimat yang susah diterjemahkan

Rajo yo mebureu coa si awié lak nien. ‘Raja itu seperti tidak bersemangat lagi berburu.’
• sisipan -em- dan -en-

In“uk cemerito dongéng kelem. ~ ‘Ibu menceritakan dongen tadi malam

Dongéng o cenerito in“uk ku.~ Dongeng itu diceritakan oleh Ibu saya.’
• ketidakadaan akhiran

Uku nelei nak Cu’up. ‘Saya dibesarkan di Curup.’

• dua serial nasal (bunyi sengau)

Rejang: jam“eu in“ok sing“eak janj“ei

Bahasa Indonesia ‘jambu’ ‘ibu’ ‘singgah’ ‘janji’

• tekanan pada akhir perkataan

Misalnya “Lalan Bélék” delafalkan LaLAN béLÉK (bukan LAlan BÉlék)
• harmoni vocal

MPP Rejang BI
sabung sobong sabung
langit léngét langit
Rakit ékét rakit
Balik bélék pulang
manuk monok ayam

• banyak sekali diftong

MPP RP Pes Leb Musi Keban Rawas BI
1. *danaw *daniu daneu daneu danuo danea daniu danau
2. *qatay *atui atui atei atié ateé atui ati
3. *kahiw *kiiu kieu kieu kiuo kiea kiiu kayu
4. *hapuy *upui upui opoi opoi opoi upui api
5. *tinaqi *tenui tenui tenei tenié teneé tenui usus
1. *sapu *supu supau supau supeu supeu supeu sapu
2. *talih *tili tilai tilai tilei tilei tilei tali
3. *duha *dui duai duai duei dui duei dua
4. *mata *mati matai matai matei matei matei mati
5. *kena
*kena keno keno keno keno kenau kena

Keunikan bahasa Rejang dan perbedaan dialek-dialeknya satu sama lain yang memungkinkan merekonstruksikan bahasa Rejang Purba sebagai suatu hipotesa. Sebaliknya bahasa Purba mengandung informasi tentang sejarah bahasa dan suku Rejang.

 

Yang muncul dengan jelas dari penelitian kami adalah: dialek Rawas dan Kebanagung yang paling penting dalam perekonstruksian bahasa Rejang Purba, sedangkan dialek Lebong, Pesisir dan Musi lebih bermanfaat untuk menunjukkan proses evolusi fonologi. Dengan kata lain, perekonstruksian bahasa purba Rejang tidak mungkin dengan hanya dialek Lebong, Musi dan Pesisir, sebab ketiganya sangat mirip dan perbedaannya sedikit sekali. Lain halnya dengan dialek Rawas dan Kebanagung yang sangat berbeda dengan dialek Rejang lain.

Sumbangan Dialek Kebanagung

 

Berikut adalah dua sumbangan dari dialek Kebanagung yang paling penting.
1. Konson h diwariskan dari Rejang Purba *r (yang hilang dalam dialek lain): hotos =‘ratus’; kehing =‘kering’; libeh =‘lebar’

Vokal -i dalam dui, tui, bungi diwariskan dari *due, tue, bunge dalam bahasa Rejang-Bukar-Sadong Purba (yang menjadi diptong duey atau duay dalam dialek Rejang lain).

Bahasa Rejang (purba) adalah anggota subkelompok Bidayŭh (Land Dayak) dan turun dari bahasa induk yang kami namai Rejang-Bukar-Sadong-Bidayŭh Purba. Lagi pula, leluhur Rejang itu berasal dari sana atau sekitarnya, yaitu Kalimantan Utara, di bagian selatan dari kota Kuching sekarang (daerah 2 dalam peta). Ada juga Sungai Rejang dekat situ.

Macam-Macam Dialek Rejang

Rejang Dialek Lebong (Tidak ditulis Rejang Lebong, karena mengundang keraguan. Soalnya Rejang Lebong merupakan nama Kabupaten yang merupakan wilayah Rejang Curup)

  • ko: kamu
  • uku: aku, saya
  • lok: mau
  • muk moi: makan
  • lapen: lauk untuk penyerta nasi
  • betunok: menikah
  • api: siapa
  • gen: nama
  • embak: jangan
  • numua: menabrak
  • da’et: darat
  • bioa: air
  • didik: sedikit
  • dau: banyak
  • kpau: cucung
  • alau: pergi
  • lemea: makanan rebung khas rejang
  • pojoak: dodol kelapa
  • sadai: dusun
  • ngiak: marah
  • jongos: babu
  • asem: tempoyak
  • be: nanti
  • uyo: sekarang, kini
  • tu’un: turun
  • plat: jejak
  • anok: anak
  • piut: cicit
  • puyang: moyang
  • ade: ada
  • adep: hadap, depan
  • su’ang: sendiri
  • so’ong: sarung
  • memen: besok
  • kelmen: malam
  • kabuk: pagi
  • nano: tadi
  • tei: tahi
  • tai: arti
  • tenoa: telur
  • kuyuk: anjing
  • sego: susah
  • tau: tahu
  • taun: tahun
  • segan: malas
  • sobot: sabut kelapa
  • nioa: kelapa
  • ulau- kepala
  • awak: badan
  • kekea: kaki
  • tangen: tangan
  • ji’ai: jari
  • bai tangen: jempol
  • tunyuk: tunjuk/jari telujuk
  • ji’ai donok: jari tengah
  • ji’ai manis: jari manis
  • anak inik/inik: kelingking
  • bai kekea: induk jari kaki
  • posok: pusat/pusar
  • botoak: penis
  • seak: penis
  • matai: mata
  • nyung: hidung
  • epen: gigi
  • ti’uk: telinga
  • kedong: badan bagian belakang, ada di belakang
  • dado: dada
  • ka’gen: leher
  • tukuk: kuduk
  • pinging: pantat
  • ulau ketot: lutut
  • selon: kuku
  • buk: rambut
  • dileak: lidah
  • labau: testis
  • tatak/slit: kemaluan wanita
  • susau: payudara
  • balung: paha
  • bea’ gelpeak: ketiak
  • sekoa: siku tangan
  • ba’au: bahu
  • bibia: bibir
  • krapang: selangkang
  • tenai: perut
  • ning: kening
  • teko: datang
  • bekenek: naik
  • belek: pulang

Rejang Curup

  • ko: kamu
  • uku: aku, saya
  • lak: mau
  • muk mei:makan
  • lapen: lauk untuk penyerta nasi
  • betunak: menikah
  • api: siapa
  • gen: nama
  • ji’beak: jangan
  • menumua: menabrak
  • da’et: darat
  • bioa: air
  • didik: sedikit
  • deu: banyak
  • peu: cucu
  • aleu: pergi
  • lema: makanan rebung khas Rejang
  • pujuak: dodol kelapa
  • sadei: dusun
  • ngiak: marah
  • jongos: babu
  • asem: tempoyak
  • be: nanti
  • uyo: sekarang, kini
  • tu’un: turun
  • plat: jejak
  • anak: anak
  • piut: cicit
  • puyang: moyang
  • ade: ada
  • adep: hadap, depan
  • su’ang: sendiri
  • so’ong: sarung
  • memen: besok
  • kelmen: malam
  • kabuk: pagi
  • nano: tadi
  • tak tei: tahi
  • tei: arti
  • tenoa: telur
  • kuyuk: anjing
  • sego: susah
  • teu: tahu
  • taun: tahun
  • segan: malas
  • sobot: sabut kelapa
  • nioa: kelapa
  • uleu: kepala
  • awak: badan
  • kekea: kaki
  • tangen: tangan
  • ji’ei: jari
  • bei tangen: jempol
  • tunyuk: tunjuk/jari telujuk
  • ji’ei donok: jari tengah
  • ji’ei manis: jari manis
  • anak inik/inik: kelingking
  • bei kekea: induk jari kaki
  • posok: pusat/pusar
  • botoak: penis
  • seak: penis
  • matei: mata
  • nyung: hidung
  • epen: gigi
  • ti’uk: telinga
  • kedong: badan bagian belakang, ada di belakang
  • dado: dada
  • ka’gen: leher
  • tukuk: kuduk
  • pinging: pantat
  • uleu ketot: lutut
  • selon: kuku
  • buk: rambut
  • dileak: lidah
  • labeu: testis
  • tatak/selit: kemaluan wanita
  • suseu: payudara
  • balung: paha
  • bea’ gelpeak: ketiak
  • sekoa: siku tangan
  • ba’eu: bahu
  • bebea: bibir
  • cakak: selangkang
  • tenei: perut
  • ning: kening
  • teko: datang
  • bekenek: naik
  • belek: pulang

Rejang Kepahiang

  • ko: kamu
  • uku: aku, saya
  • lak: mau
  • muk mea: makan
  • gulea: lauk untuk penyerta nasi
  • betunak: menikah
  • api: siapa
  • gen: nama
  • jikba: jangan
  • menumur: menabrak
  • dahet: darat
  • bioa: air
  • didik: sedikit
  • deu: banyak
  • kpeu: cucu
  • aleu: pergi
  • lema: makanan rebung khas Rejang
  • glamai: dodol kelapa
  • sadea: dusun
  • mengeah: marah
  • budak: babu
  • tepuyak: tempoyak
  • be: nanti
  • uyo: sekarang, kini
  • tuhun: turun
  • plat: jejak
  • anak: anak
  • piut: cicit
  • puyang: moyang
  • ade: ada
  • adep: hadap, depan
  • suhang: sendiri
  • sohong: sarung
  • memen: besok
  • kelmen: malam
  • kabuk: pagi
  • nano: tadi
  • tak tea: tahi
  • tei: arti
  • tenoa: telur
  • kuyuk: anjing
  • sego: susah
  • teu: tahu
  • taun: tahun
  • segan: malas
  • sobot: sabut kelapa
  • nioa: kelapa
  • uleu: kepala
  • awak: badan
  • kekea: kaki
  • tangen: tangan
  • jihei: jari
  • bea tangen: jempol
  • tunyuk: tunjuk/jari telujuk
  • jihei tengeah: jari tengah
  • jihei manis: jari manis
  • kliking: kelingking
  • bea kekea: induk jari kaki
  • posok: pusat/pusar
  • botoah: penis
  • seah: penis
  • matei: mata
  • nyung: hidung
  • epen: gigi
  • tihuk: telinga
  • kedong: badan bagian belakang, ada di belakang
  • dado: dada
  • kahgen: leher
  • tukuk: kuduk
  • pinging: pantat
  • uleu ketot: lutut
  • slon: kuku
  • buk: rambut
  • dileah: lidah
  • labeu: testis
  • tatak/slit: kemaluan wanita
  • suseu: payudara
  • balung: paha
  • beah gelpeah: ketiak
  • sekoa: siku tangan
  • baheu: bahu
  • bibih: bibir
  • cakak: selangkang
  • tenea: perut
  • ning: kening
  • teko: datang
  • bekenek: naik
  • belek: pulang

Perbandingan ketiga dialek Rejang di atas:

Bahasa Rejang dialek Lebong membunyikan ai; Rejang Curup membunyikan ei; Rejang Kepahiang membunyikan hei. Contoh: Lebong mengucapkan ji’ai – Curup mengucapkan ji’ei – Kepahiang mengucapkan jihei. Bahasa Rejang dialek Lebong membunyikan eak; Rejang Curup membunyikan eak (sama dengan dialek Lebong); Rejang Kepahiang membunyikan eah. Contoh: Lebong mengucapkan seak – Curup mengucapkan seak – Kepahiang mengucapkan seah.

Bahasa Rejang dialek Lebong membunyikan au; Rejang Curup membunyikan eu; Rejang Kepahiang membunyikan eu (sama dengan dialek Curup). Contoh: Lebong mengucapkan dau – Curup mengucapkan deu – Kepahiang mengucapkan deu. Bahasa Rejang dialek Lebong membunyikan ok; Rejang Curup membunyikan ak; Rejang Kepahiang membunyikan ak (sama dengan dialek Curup). Contoh: Lebong mengucapkan betunok – Curup mengucapkan betunak – Kepahiang mengucapkan betunak.

Dan berbedanya beberapa kosakata untuk istilah kata sehari-hari:

Lebong: asem; Curup: asem; Kepahiang: tepuyak (beda)

Lebong: lapen; Curup: lapen; Kepahiang: gulea (beda)

Lebong: inik; Curup: inik; Kepahiang: kliking (beda)

Lebong: lemea (beda); Curup: lema; Kepahiang: lema

Perbedaan dialek juga terdapat dalam intonasi dalam berbicara. Bahasa Rejang Kepahiang terkesan keras dan kasar, Bahasa Rejang Curup terkesan halus dan lembut, dan Bahasa Rejang dialek Lebong terkesan lebih halus dan lebih lembut dari Rejang Curup. Dari warna dialek ketiga Bahasa Rejang tersebut, secara nyata juga menggambarkan tradisi dan temperamen dari ketiga macam orang Rejang tersebut

 

Nyanyian (Lagu Daerah Rejang)

Lagu lagu daerah rejang selalu identik dengan lagu-lagu yang syairnya berupa ratapan-ratapan,menceritakan kesusahan dan kesedihan, seperti lagu berikut yang di bawakan oleh

Song : Bujang Beringit

By : Ridwan Ch

 

Lak laleu oi mai ipe laleu, Lak laleu oi mai ipe laleu, Sadie ku e’oa ku nak penan etun, Sadie ku e’oa ku nak penan etun,

ingin pergi kemana akan pergi, ingin pergi kemana akan pergi, kampung/dusunku jauh,dan aku di negeri orang, kampung/dusunku jauh,dan aku di negeri orang,

 

Lak belek oi mai ipe belek, Lak belek oi mai ipe belek, Indok nak Sadie si belembet bae, Indok nak Sadie si belembet bae,

ingin pulang kemana ku harus pulang, ingin pulang kemana ku harus pulang, ibu di kampung,dia hanya bisa menunggu saja, ibu di kampung,dia hanya bisa menunggu saja,

 

Coa salea’ nioa ngen pinang, Coa ba salea’ nioa ngen pinang, Salea’ ko direi kinai nu malang, Salea’ ko direi kinai nu malang,

tidak salah kelapa dan pinang, kelapa dan pinang tidaklah salah, salah sendiri,permintaan mu yang malang, salah sendiri,permintaan mu yang malang,

 

Lak belek oi mai ipe belek, Lak belek oi mai ipe belek, Indok nak Sadie si belembet bae, Indok nak Sadie si belembet bae,

ingin pulang kemana ku harus pulang, ingin pulang kemana ku harus pulang, ibu di kampung,dia hanya bisa menunggu saja ibu di kampung,dia hanya bisa menunggu saja,

Coa salea’ nioa ngen pinang, Coa ba salea’ nioa ngen pinang, Salea’ ko direi kinai nu malang, Salea’ ko direi kinai nu malang,

 

tidak salah kelapa dan pinang, kelapa dan pinang tidaklah salah, salah sendiri,permintaan mu yang malang, salah sendiri,permintaan mu yang malang,

 

Song : Nasib

By Ridwan Ch dan Romlah.

 

Uku alew mai Sadei perbo, Temeu punguk nak pengei dalen, lang ke malang nasieb ku iyo, Awei ba punguk indeu ngen bulen, lang ke malang nasieb ku iyo, Awei ba punguk indeu ngen bulen,

Saya pergi ke dusun perbo, Ketemu pungguk di pinggir jalan, Sungguh malang nasib ku ini, Bagaikan pungguk rindukan bulan, Sungguh malang nasib ku ini, Bagaikan pungguk rindukan bulan

 

Uku teus mai Sadie saweak, Temeu saweak nak bioa musei, men ku namen etun temegea’, Nemak ku anduk gen mlap bioa matei, Amen ku namen etun temegea’ Nemak ku anduk gen mlap bioa matei,

Lalu saya ke dusun sawah, Ketemu sawah di piggir air musi, Jika kutahu orang melarang, Akan kuambil handuk untuk menghapus air mata, Jika kutahu orang melarang, Akan kuambil handuk untuk menghapus air mata,

 

Uku teus mai taba renea’, Singa’ uku nak sipang epat, Men ku namen eko lak nikea’, Kunyeu ba

uku idup melarat, Men ku namen eko lak nikea’, Kunyeu ba uku idup melarat,

Aku lanjut ke tabarenah, Mampir aku di simpang empat, Jika kutahu engkau akan menikah, Biarlah aku hidup menderita, Jika kutahu engkau akan menikah, Biarlah aku hidup menderita

Uku belek mai bioa ambei, Mlitas uku kak Sadei cu’up, men ku namen eko bi jijei, Baik ba uku

dami ba idup, men ku namen eko bi jijei, Baik ba uku dami ba idup,

Aku pulang ke air rambai, melewati dusun curup, Jika kutahu engkau sudah jadi, Lebih baik akutak usah hidup, Jika kutahu engkau sudah jadi, Lebih baik aku tak usah hidup,

Jika mendengar dan membaca lirik kedua lagu tersebut tampak perbedaan dalam pengucapan kata-katanya serta logat pengucapannya,walau begitu masing-masing memiliki arti yang sama. dan satu keunikan dari lirik-lirik lagu rejang, lirik-lirik ini bisa dipakai dalam lagu-lagu rejang yang lainya,seperti contoh..coba anda menyanyikan lirik lagu ini ke dalam lagu lalan belek.

 

Ragam Hias Pada Tenunan Rejang

1

2

3

  • Iliak bintang
  • Lekau betatau
  • Mata punai
  • Tebea pinang uar, tebaran pinang muda
  • Semut beleet, semut belarit
  • Tanjak berekek

rangkaian tidak terputus, ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)

  • Tombak magelung
  • Tombak bolak-balik
  • Kembang delapan
    keduniawian, keramah-tamahan dan kebahagiaan. Ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)
  • Cerbong kewet

rangkaian tidak terputus, ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)

  • Buah-buah beluluk
  • Pengubung keluang

Selain itu, terdapat beberapa jenis ragam hias lain yang belum saya ketahui bentuknya, ragam hias ini terdapat pada ukiran pada rumah adat rejang, dan rumah adat Bengkulu di anjungan TMII. Ragam hias tersebut antara lain :

  • Kacang keliling (flora)
    rangkaian tidak terputus
  • Sisit nanas (flora)
    rangkaian tidak terputus
  • Ular melilit akar (fauna)

kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah

  • Sekea begatung (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  • Seliping mas (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  • Awan-awan (alam)
    memiliki makna perhiasan dan keindahan, ditempatkan pada ujung bawah atap
  • Bintang bersudut 5 & 6 dalam lingkaran (alam)
    bermakna kehidupan dan akherat akan bercahaya bila beriman (ukiran rumah adat Bengkulu di anjungan TMII)
  • Sidingin berbentuk hati
    memiliki makna : bagaimanapun panasnya hidup ini harus dihadapi dengan hati dingin (ukiran rumah adat Bengkulu di anjungan TMII).
  • Bunga matahari
    melambangkan matahari yang menyinari seisi alam bagi kehidupan. Terdapat pada bagian atas pintu dan jendela.

 

Arsitek Rumah Rumah Tua Orang Rejang


1

Seperti di desa tua lainnya di Lebong, bentuk dan ornament yang ada di bangunan rumah-rumah penduduknya hampir sama. Ornament yang terdapat pada rumah-rumah penduduk asli orang Rejang terdiri dari 2 (dua) kelompok. Jenis (kelompok) pertama merupakan bangunan rumah berornamen dan memiliki seni arsitektur bernilai tinggi yang sangat erat kaitannya dengan status social dan keberadaan pemiliknya.

Rumah rumah serupa juga bisa ditemukan di desa Kota Donok. Pada umumnya, rumah asli penduduk Rejang terbuat dari bahan kayu yang berkualitas tinggi. Rumah yang terbuat dari bahan kayu (papan) tersebut mampu bertahan hingga ratusan tahun dan sampai sekarang masih utuh. Rumah-rumah tua itu selalu dihiasi dengan ornament seni yang tinggi, meskipun terlihat sangat sederhana. Misalnya di bagian risplang rumah. Selalu dihiasi dengan ukiran penuh dengan simbol-simbol flora seperti daun, bunga atau lainnya. Demikian pula di bagian dinding rumah—terutama di bagian depan selalu dihiasi dengan ukiran dari papan, yang kemudian ditempelkan dinding kayu (menyatu).

 

2

Ciri khas ornamen klasik dengan arsitektur bernilai seni tinggi pada rumah orang Rejang mengisyaratkan status sosial pemiliknya. Ciri khasnya adalah pemasangan papan pada dinding dilakukan secara berdiri, di bagian dinding depan rumah biasanya hanya ada dua jendela dan sebuah pintu berukuran besar. Rumah orang Rejang seperti itu, biasanya memiliki ruang tamu di bagian depan yang cukup besar (beranda) . Di samping jendela di bagian depan. Masih ada dua jendela di sisi kiri dan kanan. Kecenderungan seperti itu hampir pada semua rumah asli orang Rejang. Pada ruang kedua, biasa merupakan ruangan keluarga yang berukuran separuh dari ruangan tamu yang ada di depannya. Di ruangan kedua itu, sebagian ruangnya digunakan untuk kamar tidur utama. Sementara dipan tempat tidur bagi yang mampu bisa saja diletakkan di salah satu sudut ruang tamu, ruang keluarga pertama dan ruang keluarga kedua.

 

Ciri khas lainnya rumah asli orang Rejang adalah bertingkat dan mempunyai karakter tinggi dengan tiang-tiangnya disertai bentuk rumahnya yang membujur (empat persegi panjang). Ada yang memanfaatkan tingkat bawah sebagai temat kumpul-kumpul keluarga sehari-hari dan ada yang tidak memanfaatkannya. Artinya dibiarkan kosong dan biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya untuk menyimpan bahan kayu bakar, kandang sapi, kandang ayam atau menyimpan bahan-bahan bangunan lainnya.

Rumah-rumah tua ini hampir semuanya dilengkapi kamar mandi di bagian belakang lengkap dengan pancurannya beserta tempat menyimpan berbagai alat-alat pertanian dan menggantung pakaian kerja. Karena, kalau diletakkan di ruang kamar mandi yang serbaguna itu, akan mudah untuk dicuci (dibersihkan). Dulunya, rumah-rumah asli Rejang itu, walau papan lantainya sudah demikian mengkilat karena selalu di-pel, sebagian pemiliknya yang mampu akan menambahkan alas lantainya berupa paran (tikar anyaman dari rotan atau kulit bambu yang tua dan pilihan). Paran itu juga dianyam dengan tambahan ukiran sedemikian rupa.
Rumah-rumah itu memiliki plapon yang juga terbuat dari bahan kayu (papan) pilihan, sehingga di atasnya dimanfaatkan untuk tempat menjemur atau mengeringkan biji kopi. Menyimpan hasil perkebunan lainnya, seperti pisang, nangka dan buah-buahan lainnya.

Bangunan rumah asli orang Rejang memang sudah sedemikian maju dan itu menandakan pengetahuan orang Rejang terhadap design bangunan rumah sudah demikian tinggi. Karena, sebuah bangunan rumah mereka, sudah lengkap dengan ruang-ruangnya. Ruang tamu, ruang keluarga, ruang bermusyawarah, kamar tidur, kamar gudang (tempat beras dan lainnya), dapur, kamar mandi (ruang kamar mandi), ruang menyimpanan berbagai hasil pertanian dan sebagainya. Ruangan-ruangan ini dipisahkan oleh dinding papan yang dibuat sedemikian rupa. Oleh karena itu, ada beberapa istilah yang dipakai untuk menyebut ruang-ruang atau kamar di dalam struktur rumah asli Rejang. Misalnya

 

brendo (beranda, teras rumah),

smigo (ruang utama yang letaknya paling depan sesudah bredo),

bilik (kamar tidur),

dopoa (dapur),

palai (ruang di atas plapon rumah),

ndea (tangga),

kemdan (jendela)

bang (pintu).

 

Untuk menyebut bilik (kamar tidur) biasanya ditambah dengan nama siapa yang sering tidur di kamar tersebut. Misalnya kamar tidur nenek maka disebut bilik sebei dan seterusnya. Dalam arsitektur orang Rejang sudah mengenal model-model daun jendela dan pintu. Untuk pintu utama, biasanya selain pintu lapisan pertama terbuat dari kayu. Kemudian pada lapisan kedua ada pintu yang terbuat dari kaca yang dibingkai dengan kayu. Sementara untuk pintu kedua (di dalam rumah) tidak demikian. Cukup dengan daun pintu terbuat dari papan. Melihat seni arsitek ‘ukir’ pada dinding, pintu, jendela dan dinding-dinding ruang rumah orang Rejang kemungkinan dipengaruhi oleh seni kaligrafi dalam agama Islam dan aliran naturalisme. Sebab, melihat dari lika-liku ukiran, simbol yang dilukis dan rangkaian-rangkaian ukirannya, memang demikian.

 

Secara khusus ragam hias rumah Rejang :

1. Mengungkapkan makna simbolik yang ada dalam Ragam Hias;
2. Mendeskripsikan komponen pada rumah tradisional Rejang seperti :

tiang,

tangga,

dinding,

ruang

atap;

3. Mendeskripsikan tata cara dan upacara dalam pembuatan sebuah rumah tradisional Rejang.Data dan informasi ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi budaya, seni dan teknologi guna mentransformasikan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Sistem kepercayaan, sistem nilai, pengetahuan dan aturan, serta simbol yang dimiliki masyarakat Rejang mendasari konsepsi mengenai rumah tradisional, mulai dari aturan pembuatan, upacara, memilih bahan, penataan ruang sampai ke bentuk tiang; Pada Ragam Hias yang menggambarkan manusia sangat erat kaitannya dengan kepercayaan suku Rejang yang percaya akan kekuatan roh nenek moyang, dan bentuk mengacu pada gaya primitif yang lebih mementingkan kepentingan sakral;

Ragam Hias tumbuh-tumbuhan yang terdapat pada rumah memperlihatkan adanya pengaruh budaya Minang dan tidak diterapkannya beberapa motif makhluk hidup pada rumah Muara Aman, disebabkan pengaruh konteks budaya dalam ruang waktu yang berbeda;  Motif pada rumah tradisional Rejang merupakan tanda yang mengandung makna simbolik dari adat istiadat Rejang.

Balie Kejei / Balai Adat ( Kejei Hall )

Balie kejei atau balai adat adalah sebuah bangunan yang dibuat khusus untuk tempat pelaksanaan tari kejei. Balei kejei atau balai adat ini menyerupai panggung,namun posisinya / bentuknya tidak tinggi seperi pangung-panggung lainnya.posisinya hampir sejajar dengan tanah. Balai ini dibuat dari susunan papan pada didinding dan lantainya, sedangkan untuk tiangkan menggunakan bambu dan beratap seng. Balai seperti ini dimasyarakat rejang dikenal dengan istilah nama TARUP.

Khusus untuk balei/balai kejei, balei ini bagi menjadi dua tempat, yaitu :

tempat penonton pria (bagian kiri )

tempat penonton wanita ( bagian kanan )

 

Pada masing-masing bagian dibuat sekat-sekat pembatas dari papan yang tingginya setinggi pinggang orang dewasa. Pada masing-masing bagian ini juga di buat satu ruang untuk jaksa kejei wanita dan pria yang tugas mereka adalah memantau dan menjatuh hukuman bila ada yang melanggar aturan pada saat kejei berlangsung.hukaman yang biasa diberikan berupa denda yang mana denda tersebut yang membayarnya adalah yang melaksanakan kegiatan kejei tersebut.

Memasuki balei kejei tidak sembarang orang bisa memasukinya.jika ingin memasuki balei kejei mereka diharuskan memakai pakaian adat rejang baik wanita maupun pria. Dan pintu masuk dan keluarnya pun juga di atur,pria memasuki dari pintu kiri dan para wanita dari pintu kanan.

 

Pendokoak

Setelah balai kejei selesai didirikan, tugas selanjutnya diserahkan pada “tuwei batin” yaitu orang yang menguasai ilmu kebatinan (seperti dukun), serah terimah ini dalam bahasa rejang di sebut dengan kata “ semreak kumat” yang artinya lebih kurang, menyerahkan kuasa hajatan dan untuk bidang tugas diluar balei kejei diserahkan kepada ginde (kepala adat) dusun/desa bersangkutan dimana Kejei diadakan .

 

Denah Balei Kejei di atas adalah sebagai berikut :

  1. Pendokoak
  2. Pelabei Sematen/pengantin (Tempat pengantin/pelaminan atau singgasana   mempelai)
  3. Pelabei tun tuwei sematen (Tempat orang tua pengantin)
  4. Pelabei bisan (Tempat menantu)
  5. Penemot menoton selawei (Tempat duduk penonton wanita)
  6. Pelabei jakso selawei (Tempat Jaksa Penari Kejai Wanita)
  7. Pelabei Tuwei selawei (Tempat Orang Tua Wanita)
  8. Penemot anak sangei selawei. (Tempat duduk Penari Wanita)
  9. Penemot menoton semanie (Tempat duduk penonton pria)
  10. Pelabei tuwei batin (Tempat ketua batin)
  11. Pelabei jakso semanie (Tempat Jaksa Penari Kejai pria)
  12. Penemot anak sangei semanie (Tempat duduk penari pria)
  13. Penei
  14. Gung kulitang (Alat musik tradisional Tari Kejai)
  15. bang selawei (Pintu masuk wanita)
  16. bang semanie (Pintu masuk pria)
  17. Pelabei ngiben (Tempat serah terima sirih)
  18. pelabei nae’i (Tempat Menari)

Kerajinan Tradisional

1

2

3

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Di Kabupaten Rejang Lebong banyak kita temukan kerajinan tangan yang dipergunakan oleh masyarakat untuk kepentingan sehari-hari, baik untuk kegiatan rumah tangga, perkebunan. Kabupaten yang memunyai dua suku ini, yaitu suku Rejang dan suku Lembak, memiliki kerajinan tangan yang dipergunakan untuk membawa barang anatara lain sarau/harau. Sarau ini dipergunakan umumnya oleh masyarakat Lembak. Sarau terbuat dari rotan dan kayu. Umumnya dipergunakan untuk membawa barang-barang ukuran sedang. Pane atau berunan atau oleh masyarakat umum menyebutnya bakul, digunakan untuk mengangkut barang-barang berbagai ukuran, karena celahnya yang kecil. Umumnya digunakan oleh masyarakat suku Rejang.

 

Situs – Situs Megalitikum

Kepahiang
a. Desa Batu keris

Terletak di persawahan yang dikelilingi perbukitan. Di situs mengalir Sungai Kemanis dan Sungai Langkap. Ditemukan sebuah menhir yang disebut batu keris karena bentuknya mirip hulu keris. Tonjolan puncak menhir terletak di sebelah utara. Menhir ini dibuat dari batu andesit berwarna abu-abu . Ukuran panjang 100 cm, lebar 52 cm.

 

b. Desa Batu Belarik

Lokasi situs berada Di tengah areal persawahan Desa Batu Belarik. Lahannya berundak. Di situs ini ditemukan “tetralit” yang membentuk formasi segi empat panjang membujur kearah barat – timur. Oleh penduduk temuan tersebut disebut Batu Belarik. Jarak antar batu di sisi utara 6 m, sisi timur 5 m, sisi selatan 5 m dan sisi barat 4,5 m.

 

Ukuran batu-batu :

Batu 1: panjang 30 cm, lebar 51 cm, tebal 22 cm.

Batu 2: panjang 32 cm, lebar 47 cm, tebal 14 cm.

Batu 3: panjang 115 cm, lebar 42 cm, tebal 18 cm

Batu 4: panjang 17 cm, lebar 75 cm, tebal 30 cm.

2. Rejang Lebong

Ditemukan batu datar yang disebut dengan Batu Panco, Batu tersebut membujur arah utara – selatan (N 300). Ukuran panjang 273 cm, lebar 155 cm, tebal 65 cm. Pada salah satu sisi terdapat dua buah batu sebagai kaki.

a. Desa Pasar Tengah, ditemukan Beliung Persegi (tanpa keterangan )

b. Desa Batu Dewa

 

Ditemukan 2 buah batu dakon dan satu buah lumpang batu. Oleh penduduk disebut “batu mandian dewa.”

  1. Batu dakon 1

Berbentuk pipih tidak beraturan, di permukaan atas terdapat lubang batu bulat sebanyak enam buah yang membentuk formasi berpasangan, bahan batu andesit berwarna keabuan, berukuran panjang batu 70 cm, lebar 45 cm tebal 15 cm. Diameter lubang antara 9 – 11 cm, kedalaman 0,5 – 3,5 cm.

2. Batu dakon 2

Berbentuk tidak beraturan, bahan batuan dari batu andesit, di permukaan atasnya terdapat 5buah lubang bulat dengan sebaran yang tidak beraturan menurut panjang batu. Ukuran diameter lubang antara 7-12 cm, kedalaman lubang 1-4 cm, panjang batu dakon 90 cm, lebar 40 cm, tebal 15 cm.

 

3. Lumpang Batu

Berbentuk trapezium tidak beraturan.Ukuran panjang 45 cm, lebar 43 cm, tebal 26 cm. Permukaan atasnya terdapat lubang yang dilihat dari penampang lintangnya berbentuk hiperbola dan dari penampang bujurnya berbentuk oval mendekati empat persegi panjang. Panjang lubang 32 cm, lebar 24 cm, kedalaman tepian 13 cm.

 

4.Tempayan kubur

Tempayan kubur ini ditemukan oleh Bapak Saiful salah seorang warga setempat, merupakan wadah bertutup dan orientasi tepian berbentuk empat persegi panjang dengan bibir bergerigi datar. Pada permukaan gerigi terdapat hiasan motif silang yang dibuat dengan teknik gores. Tinggi tempayan 62 cm, lebar 56 cm,diameter tepian 47 cm

 

Satu lagi barang-barang kuno yang di perlihatkan oleh BMA Kab. Rejang Lebong dalam HUT Kota Curup yang 128, yaitu separangkat alat-alat upacara adat yang terbuat dari kuningan dan keramik.
keterangan gambar :

 

Dari Barisan Bawah Dari Kiri Ke Kanan

1. Selepeak besar : biasanya isi dengan barang – barang berupa perhiasan

2. Selepeak kecil : diisi dengan uang

3. Tempat sesajen

4. Tempat Kemenyan

5. Tempat Bara Api

Di belakang dari kiri kekanan

1. Talam Saji : tempat makanan dan menghidangkan makanan

2. Tempat Dupa

3. Nampan Besar tempat menempatkan kue-kue

4. Tempat Nasi ( diatas nampan Besar )

5. Piring Raja ( diatas nampan besar )

 

Tulisan Daerah

Aksara KA - GA - NGA

 

Suku bangsa rejang selain memiliki tarian adat juga memiliki tulisan (aksara), didaerah rejang tulisan ini dikenal dengan aksara ka-ga-nga berikut adalah bentuk tulisan – tulisan aksara ka-ga-nga.

Sampai saat ini tulisan ini masih terus diperkenalkan kepada masyarakat untuk mencegah dari kepunahan tulisan ini. Salah satu cara yang dikembangkan oleh pemerintah kabupater Rejang Lebong ialah dengan memasukkan pelajaran aksara kaganga ini ke dalam muatan local di sekolah – sekolah dasar. Dengan harapan agar hal berharga milik Rejang ini tidak punah di telan zaman dan agar generasi penerus lebih mencintai kebudayaan daerah serta mempunyai keinginan yang kuat untuk mempertahankan, menjaga, mempublikasikan kemasyarakat diluar Rejang Lebong tentang kebudayaan yang dimiliki oleh daerahnya.

One Response to Masyarakat & Kebudayaan Rejang

  1. nnn says:

    nice thread. kak kok susah bgd cari lirik lagu rejang ya???

Tinggalkan komentar